Sunday, 2 October 2016
History Pendidikan
Landasan Filosofis
Landasan Pendidikan
Pengantar Pendidikan
Home » History Pendidikan »
Landasan Filosofis »
Landasan Pendidikan »
Pengantar Pendidikan
» Pengantar Pendidikan, Landasan Pendidikan, Landasan Filosofis
LANDASAN
PENDIDIKAN
Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik
agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua
tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan
berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan
norma-norma yang diakui. Dalam pernyataan di atas tersurat dan tersirat bahwa
pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif, dank arena
itu mesti daapt dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh dilaksanakan
secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan terencana.
Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan
tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara
pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen
berpikir dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen
praktek pendidikan. Sebelum melaksanakan prakterk pendidikan, diantaranya mengenai
landasan-landasannya. Sebab, landasan pendidikan akan menjadi titik tolak
praktek pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam
menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara
pendidikan. dst. Dengan demikian praktek pendidikan diharapkan menjadi mantap,
sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat
dipertanggungjawabkan.A.
Pengertian Landasan Pendidikan
Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan
(kamus besar bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai
fundasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah
alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak
dari suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut sifat wujudnya dapat dibedakan dua jenis landasan yaitu : (1) landasan
yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh
landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat
terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat
konseptual antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila
dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb.
Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan,
kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang
dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau
dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek).
Landasan pendidikan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landaan
pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka
pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami, dalam pendidikan mesti terdapat
momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.B.
Jenis-jenis Landasan Pendidikan
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan dari berbagai
sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hukum atau yuridis.
Jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokan menjadi : 1)
landasan religious pendidikan, 2) landasan filosofis pendidikan, 3) landasan
ilmiah pendidikan, dan 4) landasan hukum/yuridis pendidikan.
Landasan Religius Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran
agama yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: Carilah ilmu
sejak dari buaian hingga masuk liang lahat/meninggal dunia.”Menuntut ilmu
adalah fardhlu bagi setiap muslim.” (hadist). Implikasinya, bagi setiap muslim
bahwa belajar atau melaksanakan pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu
kewajiban.
Landasan filosofis Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat
yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin
ilmu tertentu yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah psikologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Contoh.”Setiap individu mengalami perkembangan secara bertahap, dan pada setiap
tahap perkembangannya setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang
harus diselesaikannya.”Implikasinya, pendidikan mesti dilaksanakan secara
bertahap, tujuan dari isi pendidikan mesti disesuaikan dengan tahapan dan tugas
perkembangan individu/peserta didik.
Landasan Sosiologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.”
Di dalam masyarakat yang menganut stratifikasi social terbuka terdapat peluang
besar untuk terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang memungkinkan
terjadinya mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya,
para orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.
landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh :
perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu diberlakukan kurikulum
muatan lokal.
Landasan historis pendidikan adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber
dari konsep dan praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik
tolak perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang. Contoh ‘Semboyan “tut
wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus dilaksanakan oleh para
pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi Depdiknas, adalah semboyan dari Ki
Hadjar Dewantara (Pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli
1992 di Yogyakarta) yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang
karena dinilai berharga.
Landasan Hukum/Yuridis Pendidikan, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
peraturan perundanganan yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan. Contoh. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, dsb.
Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia
sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam
rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil
riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan pendidikan
deskriptif disebut juga sebagai landasan ilmiah atau landasan pendidikan
factual pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan antara lain meliputi ;
landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologi pendidikan, landasan
antropologi pendidikan, dsb.C.
Fungsi Landasan Pendidikan
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka
prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi
kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst.
Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual
yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan
diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat
dipertanggungjawabkan.MANUSIA
DAN PENDIDIKAN
A. Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan YME, dalam perjalanan hidupnya manusia
mempertanyakan tentang asal-usul alam semesta dan asal-usul keberadaan dirinya
sendiri. Dua aliran filsafat yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut,
yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut
Evolusionismme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang
terjadi di alam semesta. Manusia sebgaimana halnya alam semesta ada dengan
sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Sebaliknya
filsapat Kreasionisme menyatakan bahwa asal-usul manusia, sebagaimana halnya
alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Causee atau Personality, yaitu Tuhan
YME.
Adapun secara filosofis penolakan tersebut antara lain didasarkan kepada empat
argument berikut ini :
1) Argumen ontologism ; Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara
itu, bahwa realitas (kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu.
Tuhan pasti ada dan realitas ada-Nya itu pasti lebih sempurna daripada ide
manusia tentang Tuha.
2) Argumen Kosmologis, Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab.
Adanya alam semesta termasuk manusia adalah sebagai akibat. Di alam semesta
terdapat rangkaian sebab akibat, namun tentunya mesit ada sebab Pertama yang
tidak disebabkan oleh yang lainnya.
3) Argumen Teleologis, Segala sesuatu memiliki tujuan (contoh : mata untuk
melihat, kaki untuk berjalan dsb.). Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak
terjadi dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Pengatur tujuan tersebut,
yaitu Tuhan.
4) Argumen Moral : Manusia bermoral, ia dapat membedakan perbuatan yang baik
dan yang jahat, dsb. Ini menunjukan adanya dasar, sumber dan
tujuanmoralitas.Dasar, sumber, dan tujuan moralitas itu adalah Tuhan.
Dengan demikian dapat Anda simpulkan bahwa manusia adalah individu/pribadi,
artinya manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan
dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom.
Sosialitas. Sekalipun setiap manusia adalah individual/personal, tetap ia tidak
hidup sendirian, tak mungkin hidup sendirian, dan tidak mungkin hidup hanya
untuk dirinya sendiri, melainkan ia juga hidup dalam keterpautan dengan
sesamanya.
Keberbudayaan. Kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat, 1985). Ada tiga jenis wujud
kebudayaan, yaitu : 1) sebagai kompleks dari ide-ide, ilmu pengetahuan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb. 2) sebagai kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyrakat; dan 3) sebagai
benda-benda hasil karya manusia.
Moralitas. Eksistensi manusia memiliki dimensi moralitas. Manusia memiliki
dimensi moralitas karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara
baik karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik dan jahat.
Adapun menurut Immanuel Kant disebabkan pada manusia terdapat rasio praktis
yang memberikan perintah mutlak (categorical imperative).
Keberegamaan. Keberegamaan merupakan salah satu karakteristik esensial manusia
yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama
yang diwujudkan dalam sikap dan perilakunya. Hal ini terdapat pada manusia
manapun, baik dalam rentang waktu (dulu, sekarang, akan datang). Dimanapun
manusia berada.
Historisitas. Eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas, artinya bahwa
keberadaan manusia pada saat in terpaut kepada masa lalunya, ia belum selesai
mewujudkan dirinya sebagai manusia, ia mengarah ke masa depan untuk mencapai
tujuan hidupnya.Komunikasi/Interaksi.
Dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, manusia berinteraksi/berkomunikasi.
Komunikasi ini dilakukan baik secara vertical, yaitu dengan Tuhannya, secara
horizontal yaitu dengan alam dan sesama manusia serta budayanya.
Dinamika. N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau
berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah
berhenti, selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun
spiritualnya.B.
Prinsip-prinsip Antropologis Keharusan Pendidikan ; Manusia sebagai Makhluk
yang perlu didik dan mendidik diri.
Prinsip Historisitas, Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian terdahulu,
eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah kemasa depan
untuk mencapai tujuan hidupnya.
Prinsip Idealistis. Bersamaan dengan hal diatas, dalam eksistensinya manusia
mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan
gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok
manusia ideal tersebut belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk
diwujudkan.
Prinsip Posibilitas/aktualitas. Bagaimana mungkin manusia dapat ? Untuk
menjawab pertanyaan ini mari terlebih dahulu kita bandingkan sifat perkembangan
hewan dengan perkembangan manusia. Perkembangan hewan bersifat
terspesialisasi/tertutup. Sebaliknya perkembangan manusia bersifat terbuka.
Manusia memang telah dibekali untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
potensi untuk dapat berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, dsb. Namun
setelah kelahirannya, bahwa berbagai potensi tersebut mungkin terwujudkan,
mungkin kurang terwujudkan, atau mungkin pula kurang terwujudkan. Manusia
mungkin berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Sebaliknya
mungkin pula ia berkembang kea rah yang kurang atau tidak sesuai dengan kodrat
dan martabat kemanusiaannya.C.
Prinsip-prinsip Kemungkinan Pendidikan : Manusia sebagai Makhluk yang Dapat
Dididik
Manusia perlu dididik dan mendidik diri. Permasalahannya : apakah manusia akan
dapat dididik ? prinsip-prinsip Antropologis apakah yang melandasinya ? Untuk
menjawab permasalah tersebut, kita dapat mengacu kepada konsep hakikat manusia
sebagaimna telah diuraikan terdahulu (point A). Berdasarkan hal tersebut dapat
ditemukan lima prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan
dapat dididik, yaitu : (1) prinsip potensialitas, (2) prinisp dinamika, (3)
prinisp individualitas, (4) prinsip sosilaitas, dan (5) prinsip moralitas.
1. Prinsip Potensialitas.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal.
2. Prinsip Dinamika
Pendidikan diupayakan dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar menjadi
manusia ideal
3. Prinsip Indivdiulitas
Praktek pendidikan merupakan upaya pendidik memfasilitasi manusia (peserta
didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri
(menjadi seseorang/pribadi). Di pihak lain, manusia (peserta didik) adalah
individu yang memiliki ke diri-sendirian (subjektifitas), bebas dan aktif
berupaya untuk menjadi dirinya sendiri, sebab itu, individualitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
4. Prinisp Sosialitas
Pendidikan hakikatnya berlangung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar
semasam manusia (pendidik dan peserta didik).
5. Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan system norma dan
nilai tertentu.
PENGERTIAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan berdasarkan Lingkupnya1.
Pendidikan Dalam Arti Luas
Dalam arti luas pendidikan adalah hidup, artinya, pendidikan adalah segala
pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat
dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.
Dalam arti luas pendidikan berlangsung bagi siapa pun, kapan pun, dan dimana
pun. Pendidikan tidak terbatas pada penyekolahan (schooling) saja, bahkan
pendidikan berlangsung sepanjang hayat.
Dalam arti luas tujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar
dan tidak ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, jumlah
tujuan pendidikan tidak terbatas. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup
(redja Mudyahardjo, 2001).2.
Pendidikan Dalam Arti Sempit
Dalam arti sempit pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa
pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (lembaga
pendidikan formal). Pendidikan dilakukan dalam bentuk pengajaran yang
terprogram dan bersifat formal. Pendidikan berlangsung di sekolah atau di dalam
lingkungan tertentu yang diciptakan secara sengaja dalam konteks kurikulum
sekolah yang bersangkutan.
Dalam pengertian sempit tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, tujuan
pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di masayarakat
(Redja Mudyahardjo, 2001).B.
Pengertian pendidikan berdasarkan Pendekatan Ilmiah dan Pendekatan Sistem
1. Pengertian Pendidikan berdasarkan Pendekatan Ilmiah
Berdasarkan pendekatan sosiologi, pendidikan dipandang identik dengan
sosialisasi yaitu suatu proses membantu generasi muda agar menjadi anggota
masyarakat yang diharapkan. Hal ini sebagaimana didefinisikan oleh Emile
Durkheim (Jeane H. Ballantine, 1985) bahwa : Education is the influence
exercised by adult generations on those that are not yet ready for social life.
It is objekct is to arouse and to develop in the child a certain number of
physical society as a whole and the special milieu for which he is specifically
destined. (Pendidikan adalah pengaruh yang dilakukan oleh generasi orang dewasa
kepada mereka yang belum siap untuk melakukan kehidupan social. Sasarannya
adalah membangun dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual, dan
moral pada diri anak sesuai dengan tuntutan masyarakat politis secara keseluruhan
dan oleh lingkungan khusus tempat ia akan hidup dan berada).
Berdasarkan pendekatan antropologi, pendidikan dipandang identik dengan
enkulturasi atau pembudayaan.
Berdasarkan pendekatan ekonomi, pendidikan dipandang sebagai human investment
atau usaha penanaman modal pada diri manusia untuk mempertinggi mutu tenaga
kerja, sehingga mempertinggi produksi barang dan/atau jasa. Sedangkan
berdasarkan tinjauan politik, pendidikan didefinisikan sebagai proses
civilisasi, yaitu “Suatu upaya menyiapkan warga Negara yang sesuai dengan
aspirasi bangsa dan negaranya (Odang Muchtar 1976).2.
Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem
Berdasarkan pendekatan system, pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu
keseluruhan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan secara
fungsional dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (mentransformasi input
menjadi out put).
Menurut P.H. Coombs (Odang Muchtar, 1976), ada tiga jenis sumber input dari
masayarakat bagi system pendidikan yaitu :
1. Ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang berlaku di dalam
masyarakat
2. Penduduk serta tenaga kerja yang berkualitas
3. Ekonomi atau penghasilan masyarakat
C. Pendidikan sebagai Humanisasi
Definisi pendidikan telah kita pahami bahwa manusia adalah makhluk yang perlu
dididik dan daapt dididik. Di pihak lain telah kita pahami paula bahwa
eksistensi manusia tiada lain adalah utnuk menjadi manusia. Inilah keharusannya
sebagaimana dikatakan Karl Japers bahwa :”to be a man is to become a man” / ada
sebagai manusi adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973). Adapun manusi akan
dapat menjadi manuia hanya melalui pendidikan. Implikasinya maka pendidikan
tiada lain adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia).
Tujuan dan fungsi pendidikan. Pendidikan diupayakan dengan berawal dari manusia
apa adanya (aktualitas) dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada
padanya (potensialitas), dan diarahkan menuju terwujudnya manusia yang
seharusnya /dicita-citakan (idealitas).
Sebagai humanisasi pendidikan seyogyanya meliputi berbagai bentuk kegiatan
dalam upaya mengembangkan berbagai potensi manusia dalam konteks dimensi
keberagaman, moralitas, individualitas/personalitas, sosialitas dan
keberbudayaan secara menyeluruh dan terintergrasi.PENDIDIKAN
SEBAGAI ILMU DAN SENI
A. Studi Pendidikan
Studi pendidikan adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang
dalam rangka memahami pendidikan atau menghasilkan system konsep pendidikan.
Studi pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan membaca buku tentang pendidikan,
diskusi tentang pendidikan ,penelitian ilmiah tentang pendidikan, dan
berfilsafat tentang pendidikan. Contoh studi pendidikan : seorang mahasiswa UPI
sedang membaca buku ‘Landasan Pendidikan”, Sekelompok orang sedang berdiskusi
atau melaksanakan seminar dengan tema ‘Peranan sekolah dalam Memebina Integrasi
Bangsa”,
Metode kerja dalam studi pendidikan. Studi pendidikan dapat dilakukan orang
melalui metode atau cara kerja tertentu, yaitu : (1) metode kerja awam, (2)
metode ilmiah, dan (3) metode filsafiah.B. Ilmu
Pendidikan
Istilah ilmu berasal dari kata alama (bahasa arab) yang artinnya pengetahuan.
Dalam bahasa latin dikenal kata scire (sebagai asal kata science) juga berarti
pengetahuan. Jenis pengetahuan diklasifiksikan orang menjadi : revealed knowledge,
intuitif knowledge, rational knowledge, empirical knowledge, dan authoritative
knowledge.
Ilmu pendidikan berdasarkan definisi ilmu sebagaimana dikemukakan diatas, kita
dapat mendefinisikan ilmu pendidikan sebagai system pengetahuan tentang
fenomena pendidikan yang dihasilkan melalui penelitian dengan menggunakan
metode.
Karakteristik ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan antara lain memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Objek studi; Objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat
dialami manusia. Setiap ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu.
b. Metode ; Ilmu menggunakan metode ilmiah, demikan pula ilmu pendidikan. Ilmu
pendidikan menggunakan metode kualitatif dan / atau metode kuantitatif.
Penggunaan metode tersebut tergantung kepada sifat masalah dan objek
penelitiannya.
c. Isi: Isi ilmu juga ilmu pendidikan dapat berupa konsep, aksioma, postulat,
prinsip, hukum teori, dan model yang disusun secara sistematis.
d. Fungsi: Ilmu adalah menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol
e. Ilmu pendidikan menggunakan ilmu-ilmu lain dalam mempelajarai pendidikan.
Sistematika ilmu pendidikan, Mengacu kepada sistematika pedagogic dari M.J.
Langeveld, Madjid Noor dan J.M Daniel (1987) mengklasifikasikan ilmu pendidikan
menjadi sebagai berikut :
a) Ilmu pendidikan Teoritis
b) Ilmu Pendidikan Praktis
c) Ilmu Pendidikan Luar Biasa /Orthopedagogik.C.
Praktik Pendidikan
Praktik pendidikan adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang
dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar peserta didik mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
1. Praktek Pendidikan Sebagai Panduan Ilmu dan Seni
Pendidikan sebagai panduan ilmu dan seni dikemukakan oleh A.S Neil.Menurutnya
“Mendidika dan mengajar bukanlah hanya suatu ilmu, tapi adalah seni. Mendidik
yang diartikan sebagai seni ialah sebagaimana kita dapat hidup dengan anak-anak
dan dapat mengerti anak-anak sehingga seolah-olah kita menjadi seperti
anak-anak.Gramophone dapat menyajikan pelajaran dengan baik, tetapi hal seperti
itu tidak dapat menemukan suatu hubungan yang vital dengan anak-anak.
Pandangan bahwa mengajar (mendidik) tidaklah seni semata, tetapi juga ilmu
dikemukakan pula oleh Charles Silberman. Silberman antara lain menyatakan :
“yakin mengajar-sepert praktek kedokteran-banyak merupakan suatu seni, yang
memerlukan latihan bakat dan kreativitas. Tetapi seperti kedokteran, mengajar
adalah juga – atau hendaknya menjadi sebuah ilmu, karena berkenaan dengan suatu
perbendaharaan teknik-teknik, prosedur-prosedur, dan kecakapan-kecakapan yang
dapat dipelajari dan diterangkan secara sistematis, dan oleh karena itu
ditransmisikan dan dikembangkan” (Redja Musyahardjo).
Demikianlah, pandangan pendidikan sebagai seni tidak perlu dipertentangkan
dengan pandangan pendidikan sebagai ilmu. Pendidik memerlukan ilmu pendidikan
dalam rangka memahami dan mempersiapkan suatu praktek pendidikan, namun dalam
prakteknya pendidik harus kreatif, scenario atau persiapan mengajar hanya
dijadikan rambu-rambu saja, pendidik perlu melakukan improvisasi.LANDASAN
FILOSIFIS PENDIDIKAN
Didalam khasanah teori pendidikan terdapat berbagai aliran filsafat pendidikan
antara lain Idelisme, Realisme, Pragmatisme, Scholatisme, konstruksivisme, dll.
Namun demikian kita mempunyai filsafat pendidikan nasional tersendiri, yaitu
Pancasila.
1. Idealisme dan Realisme
a. Konsep Filsafat Umum Idealisme
Para filsuf Idealisme mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual. Hal
ini sebagaimana dikemukakan Plato, bahwa dunia yang kita lihat, kita sentuh dan
kita alami melalui indera bukanlah dunia yang sesungguhnya, melainkan suatu
dunia bayangan (a copy world).
b. Implikasi terhadap Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi
(self) siswa. Sebab itu, sekolah hendaknya menekankan aktifitas-aktifitas
intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan
estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggungjawab, dan pengendalian diri demi
mencapai perkembangan pikiran dan diri pribadi (Callahan and Clark, 1983).
Dengan kata lain pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter
serta mengembangkan bakat manusia dan kebajikan social” (Edward J.Power, 1982).2.
Realisme
a. Konsep Filsafat Umum
Jika filsuf Idealisme menekankan pikiran, jiwa/spirit/roh sebagai hakikat
realitas, sebaliknya para filssuf Realisme bahwa dunia terbuat dari sesuatu
yang nyata, substansial dan material yang hadir dengan sendirinya (entity).
b. Implikasi terhada Pendidikan
Tujuan pendidikan. Pendidikan bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di
dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia.LANDASAN
PSIKOLOGIS PENDIDIKAN
Keberhasilan pendidik dalam berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi
oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik, serta kemampuan
mengaplikasikannya dalam praktek pendidikan. Pernyataan ini mengacu kepada
asumsi bahwa :
1) Peranan pendidik adalah membantu peserta didik untuk dapat menyelesaikan
tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya.
2) Tahap perkembangan peserta didik mengimplikasikan kemampuan dan kesiapan
belajarnya.
3) Keberhasilan peserta didik menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada
tahapnya akan mempengaruhi keberhasilan penyelesaian tugas-tugas perkembangan
pada tahap perkembangan selanjutnya.
4) Pendidikan yang dilaksanakan menyimpang dari tahapan dan tugas-tugas
perkembangan peserta didik memungkinkan akibat negative bagi perkembangan
peserta didik selanjutnya.LANDASAN
SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS PENDIDIKAN
A. Individu, Masyarakat, dan Kebuayaan
Individu adalah manusia perseorangan sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi,
memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas
mengambil keputusan atau tindakan lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas
mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya. (otonom).
Adapun masyarakat didefinisikan oleh Ralp Linton sebagai ‘setiap kelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat
mengatur diri mereka dan menggangp diri mereka sebagai satu kesatuan social
dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.
Dari dua definisi tersebut, dapat diidentifikasi adanya empat unsure di dalam
masyarakat yaitu :
1) Manusia (individu-individu) yang hidup bersama
2) Melakukan mempunyai social dalam waktu yang cukup lama
3) Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan,
sehingga setiap individu di dalamnya merasa terikat satu dengan yang lainnya.
B. Pendidikan Sosial dan Enkulturasi
Sebagaimana kita maklumi, manusia berbeda dengan hewan yang seluruh perilakunya
dikendalikan oleh naluri yang diperoleh sejak kelahirannya. Saat kelahirannya,
manusia dalam keadaan tak berdaya, karena naluri yang dibawa ketika
kelahirannya relative tidak lengkap. Ia belum memiliki sistem nilai, norma,
pengetahuan, adat kebiasaan, serta belum mengetahui dan belum dapat menggunakan
dengan tepat berbagai benda sebagai hasil karya masyarakatnya. Anak manusia
harus belajar dalam waktu yang relative lebih panjang untuk mampu melaksanakan
berbagai peranan sesuai statusnya dan sesuai kebudayaan masyarakatnya.
C. Pendidikan sebagai Pranata Sosial
Pranata Sosial. Theodorson G.A mendefinisikan pranata social sebagai ‘an
interrelated system of social roles and norms organized about the satisfaction
of an important social need or function” (Sudardja Adiwikarta, 1998). Pranata
social adalah suatu sistem peran dan norma social yang saling berhubungan dan
terorganisasi disekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi social yang penting.
Pendidikan Formal (Sekola). Pendidikan formal adalah pendidikan yang
terstrukutr dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Fungsi pendidikan Sekolah. Pendidikan sekolah dapat dikemukakan fungsi-fungsi
sebagai berikut>
1) Fungsi transmisi kebudayaan masayarakat
2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social)
3) Fungsi integrasi social
4) Fungsi mengembangkan kepribadian individu/anak
5) Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
6) Fungsi inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaanPendidikan Informal yaitu pendidikan yang
berlangsung/terselenggara secara wajar atau secara alamiah di dalam lingkungan
hidup sehari-hari. Pendidikan informal antara lain berlangsung di dalam
keluarga, pergaulan anak.v Definisi. Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).
Implikasi kekuasaan pemerintahan pendudukan militer Jepang dalam bidang
pendidikan di Indonesia yaitu :
1) Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya.
2) Hilangnya Sistem Dualisme dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang bersifat
dualistis membedakan dua jenis sekolah untuk anak-anak bangsa Belanda dan
anak-anak Bumi Putera dihapuskan pada zaman Jepang. Sekolah Desa masih tetap
ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan jenjenag sekolah
menjadi :
a) Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama).
b) Sekolah Menengah 3 tahun
c) Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun
d) Perguruan Tinggi
3) Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat (populis)
Tujuan pendidikan Nasional. Sesuai dengan Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang
Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, maka dirumuskan bahwa Tujuan Pendidikan
adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan Pembukaan UUD 1945
dan isi UUD 1945. Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989 ditegaskan lagi bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.LANDASAN
YURIDIS PENDIDIKAN
Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan UUD 1945, disana tersurat dan
tersirat cita-cita nasional dibidang pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD 1945
mengamanatkan atar ‘Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :
1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3. Prose pembelajaran yang mendidik dan dialogis
4. Evaluasi, akreditas, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik
7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
9. Pelaksanaan wajib belajar
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11. Pemberdayaan peran masyarakat
12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat, dan
13. Pelaksanaan pengawsan dalam sistem pendidikan nasional
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
di up dunk zaman pendidikan militerisme jepang yang di dalamnya mencakup tujuan pendidikan diarahkan demi kepentingan perang asia timur sama sistem dualisme dalam pendidikan...
ReplyDelete